Doom Spending_Ancaman Terselubung Bagi Generasi Z Yang Terus Menggerus Di Era Digital Informasi

02 Oktober 2024 dasrilsinuruik Gerak Digital


Di era digital yang serba cepat dan terhubung, generasi muda, khususnya Generasi Z, menghadapi tantangan yang unik. Dengan kemudahan akses informasi melalui smartphone dan media sosial, mereka terus dibombardir oleh berita, tren, dan opini yang tak terhitung jumlahnya. Namun, di balik kebebasan ini, terdapat fenomena yang mengkhawatirkan doom spending.

Apa Itu Doom Spending?

Doom spending adalah fenomena di mana seseorang menghabiskan uang secara berlebihan sebagai reaksi atas kecemasan atau stres yang mereka rasakan. Istilah ini kerap dikaitkan dengan perilaku konsumtif yang impulsif dan sering kali tidak terencana, yang dilakukan sebagai cara untuk mengalihkan perasaan gelisah, khawatir, atau tidak nyaman tentang kondisi kehidupan atau masa depan.

Bagi banyak anak muda, tekanan untuk tampil sesuai ekspektasi media sosial, kecemasan akan kondisi ekonomi global, serta ketidakpastian tentang masa depan pribadi dan profesional, menciptakan lapisan stres yang tidak selalu mudah dihadapi. Mereka mungkin beralih ke belanja impulsif untuk mencari rasa kenyamanan sementara, meskipun hal ini justru berujung pada masalah keuangan yang lebih besar.

Mengapa Doom Spending Menjadi Tren di Kalangan Generasi Z?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan generasi muda rentan terhadap doom spending:

  1. Akses Tanpa Batas ke Informasi
    Generasi Z tumbuh dengan teknologi di tangan mereka, membuat mereka terus terhubung dengan informasi yang tidak selalu bisa mereka saring. Berita buruk tentang ekonomi, bencana alam, isu kesehatan global, hingga tekanan untuk sukses di usia muda, semua itu kerap muncul di feed mereka. Tak semua dari mereka siap untuk mengelola tekanan ini, sehingga muncul rasa gelisah dan ketidakpastian yang melatarbelakangi perilaku konsumtif.
  2. FOMO (Fear of Missing Out)
    Kehidupan media sosial penuh dengan gambaran tentang kesuksesan dan gaya hidup mewah. Ketakutan akan tertinggal atau tidak sesuai dengan standar ini mendorong mereka untuk berbelanja barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan, hanya demi terlihat "ikut tren" atau memiliki barang yang sedang hype. Mereka tidak hanya ingin menjadi bagian dari percakapan, tetapi juga ingin diakui dalam lingkaran sosial mereka.
  3. Ketidakpastian Masa Depan
    Isu-isu besar seperti perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi, hingga pandemi yang baru-baru ini mengguncang dunia, telah membuat banyak anak muda merasa masa depan mereka tak menentu. Ketidakpastian ini menciptakan kekhawatiran yang terkadang ditutupi dengan perilaku konsumtif, seolah-olah belanja bisa memberi mereka kendali atas sesuatu, meski sifatnya sementara.
  4. Kenyamanan Belanja Online
    Platform e-commerce dan aplikasi belanja online memberikan akses mudah untuk membeli apa pun, kapan pun. Hanya dengan beberapa klik, barang yang diinginkan bisa tiba di depan pintu. Kemudahan ini memfasilitasi perilaku impulsif, terutama saat anak muda mencari pelarian dari stres atau tekanan.

Dampak Buruk dari Doom Spending

Fenomena ini tentu bukan tanpa risiko. Selain menguras keuangan pribadi, doom spending juga memiliki dampak psikologis yang lebih mendalam. Berikut beberapa dampaknya:

  1. Masalah Keuangan
    Pengeluaran yang tidak terkendali dapat menyebabkan masalah keuangan jangka panjang, seperti utang, kesulitan menabung, hingga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Generasi muda yang seharusnya memulai perjalanan keuangan mereka dengan langkah bijak justru bisa terjebak dalam lingkaran utang yang sulit dilepaskan.
  2. Penyesalan dan Kecemasan
    Belanja impulsif sering kali diikuti oleh penyesalan. Ketika efek kebahagiaan sementara dari belanja hilang, anak muda mungkin merasa lebih cemas dan frustrasi. Ini menciptakan siklus berbahaya, di mana mereka terus berbelanja untuk meredakan kecemasan, namun pada akhirnya justru memperburuk kondisi psikologis mereka.
  3. Pengalihan dari Masalah Utama
    Alih-alih menghadapi permasalahan yang sebenarnya, seperti kegelisahan tentang masa depan atau tekanan sosial, mereka memilih untuk mengalihkan perhatian melalui belanja. Padahal, pengalihan ini hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan akar permasalahan yang ada.

Cara Mengatasi Doom Spending

Menghadapi fenomena doom spending membutuhkan kesadaran dan usaha. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasinya:

  1. Pendidikan Finansial
    Salah satu solusi terbaik adalah membekali anak muda dengan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan. Pendidikan finansial dapat membantu mereka memahami pentingnya menabung, membuat anggaran, dan membelanjakan uang dengan bijak. Mengetahui bagaimana mengelola keuangan dapat memberikan rasa kontrol dan mengurangi kecenderungan belanja impulsif.
  2. Saring Informasi yang Masuk
    Anak muda perlu belajar untuk lebih selektif dalam menyerap informasi. Terlalu banyak informasi yang diterima dalam waktu singkat bisa menimbulkan stres. Mempraktikkan digital detox, seperti membatasi waktu di media sosial atau memilih sumber berita yang dapat dipercaya, dapat membantu mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh information overload.
  3. Fokus pada Kesehatan Mental
    Kecemasan dan ketidakpastian adalah hal yang wajar dialami, tetapi penting untuk menghadapi dan mengelolanya dengan cara yang sehat. Berbicara dengan konselor, terlibat dalam aktivitas yang bermanfaat, seperti olahraga atau hobi, serta meditasi dapat membantu mengurangi stres tanpa perlu mengandalkan belanja impulsif sebagai pelarian.
  4. Membangun Tujuan Jangka Panjang
    Dengan memiliki tujuan yang jelas untuk masa depan, baik itu dalam hal keuangan, karier, maupun kehidupan pribadi, anak muda akan lebih fokus dan termotivasi untuk menabung dan mengelola uang mereka dengan lebih baik. Menyadari bahwa mereka bekerja untuk sesuatu yang lebih besar daripada kepuasan sesaat bisa membantu mengurangi keinginan untuk berbelanja secara impulsif.

Doom spending adalah refleksi dari kecemasan yang dirasakan oleh banyak anak muda saat ini. Di tengah tekanan sosial dan ketidakpastian masa depan, belanja sering kali dianggap sebagai pelarian yang memberikan kenyamanan sementara. Namun, penting bagi generasi muda untuk menyadari risiko dari perilaku ini dan belajar untuk mengelola stres serta keuangan mereka dengan lebih bijaksana. Dengan pendidikan, kesadaran, dan dukungan yang tepat, mereka bisa menghindari jebakan doom spending dan membangun masa depan yang lebih cerah dan stabil.(DS)