Di era digital yang serba cepat dan
terhubung, generasi muda, khususnya Generasi Z, menghadapi tantangan yang unik.
Dengan kemudahan akses informasi melalui smartphone dan media sosial, mereka
terus dibombardir oleh berita, tren, dan opini yang tak terhitung jumlahnya.
Namun, di balik kebebasan ini, terdapat fenomena yang mengkhawatirkan doom spending.
Apa
Itu Doom Spending?
Doom
spending adalah fenomena di mana seseorang
menghabiskan uang secara berlebihan sebagai reaksi atas kecemasan atau stres
yang mereka rasakan. Istilah ini kerap dikaitkan dengan perilaku konsumtif yang
impulsif dan sering kali tidak terencana, yang dilakukan sebagai cara untuk
mengalihkan perasaan gelisah, khawatir, atau tidak nyaman tentang kondisi
kehidupan atau masa depan.
Bagi banyak anak muda, tekanan untuk
tampil sesuai ekspektasi media sosial, kecemasan akan kondisi ekonomi global,
serta ketidakpastian tentang masa depan pribadi dan profesional, menciptakan
lapisan stres yang tidak selalu mudah dihadapi. Mereka mungkin beralih ke
belanja impulsif untuk mencari rasa kenyamanan sementara, meskipun hal ini
justru berujung pada masalah keuangan yang lebih besar.
Mengapa
Doom Spending Menjadi Tren di Kalangan Generasi Z?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
generasi muda rentan terhadap doom
spending:
- Akses Tanpa Batas ke Informasi
Generasi Z tumbuh dengan teknologi di tangan mereka, membuat mereka terus
terhubung dengan informasi yang tidak selalu bisa mereka saring. Berita
buruk tentang ekonomi, bencana alam, isu kesehatan global, hingga tekanan
untuk sukses di usia muda, semua itu kerap muncul di feed mereka. Tak
semua dari mereka siap untuk mengelola tekanan ini, sehingga muncul rasa
gelisah dan ketidakpastian yang melatarbelakangi perilaku konsumtif.
- FOMO (Fear of Missing Out)
Kehidupan media sosial penuh dengan gambaran tentang kesuksesan dan gaya
hidup mewah. Ketakutan akan tertinggal atau tidak sesuai dengan standar
ini mendorong mereka untuk berbelanja barang-barang yang sebenarnya tidak
diperlukan, hanya demi terlihat "ikut tren" atau memiliki barang
yang sedang hype. Mereka tidak
hanya ingin menjadi bagian dari percakapan, tetapi juga ingin diakui dalam
lingkaran sosial mereka.
- Ketidakpastian Masa Depan
Isu-isu besar seperti perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi, hingga
pandemi yang baru-baru ini mengguncang dunia, telah membuat banyak anak
muda merasa masa depan mereka tak menentu. Ketidakpastian ini menciptakan
kekhawatiran yang terkadang ditutupi dengan perilaku konsumtif,
seolah-olah belanja bisa memberi mereka kendali atas sesuatu, meski
sifatnya sementara.
- Kenyamanan Belanja Online
Platform e-commerce dan aplikasi belanja online memberikan akses mudah
untuk membeli apa pun, kapan pun. Hanya dengan beberapa klik, barang yang
diinginkan bisa tiba di depan pintu. Kemudahan ini memfasilitasi perilaku
impulsif, terutama saat anak muda mencari pelarian dari stres atau
tekanan.
Dampak
Buruk dari Doom Spending
Fenomena ini tentu bukan tanpa
risiko. Selain menguras keuangan pribadi, doom spending juga memiliki dampak psikologis yang lebih
mendalam. Berikut beberapa dampaknya:
- Masalah Keuangan
Pengeluaran yang tidak terkendali dapat menyebabkan masalah keuangan
jangka panjang, seperti utang, kesulitan menabung, hingga kesulitan
memenuhi kebutuhan dasar. Generasi muda yang seharusnya memulai perjalanan
keuangan mereka dengan langkah bijak justru bisa terjebak dalam lingkaran
utang yang sulit dilepaskan.
- Penyesalan dan Kecemasan
Belanja impulsif sering kali diikuti oleh penyesalan. Ketika efek
kebahagiaan sementara dari belanja hilang, anak muda mungkin merasa lebih
cemas dan frustrasi. Ini menciptakan siklus berbahaya, di mana mereka
terus berbelanja untuk meredakan kecemasan, namun pada akhirnya justru
memperburuk kondisi psikologis mereka.
- Pengalihan dari Masalah Utama
Alih-alih menghadapi permasalahan yang sebenarnya, seperti kegelisahan
tentang masa depan atau tekanan sosial, mereka memilih untuk mengalihkan
perhatian melalui belanja. Padahal, pengalihan ini hanya bersifat
sementara dan tidak menyelesaikan akar permasalahan yang ada.
Cara
Mengatasi Doom Spending
Menghadapi fenomena doom spending membutuhkan kesadaran
dan usaha. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasinya:
- Pendidikan Finansial
Salah satu solusi terbaik adalah membekali anak muda dengan pengetahuan
tentang pengelolaan keuangan. Pendidikan finansial dapat membantu mereka
memahami pentingnya menabung, membuat anggaran, dan membelanjakan uang
dengan bijak. Mengetahui bagaimana mengelola keuangan dapat memberikan
rasa kontrol dan mengurangi kecenderungan belanja impulsif.
- Saring Informasi yang Masuk
Anak muda perlu belajar untuk lebih selektif dalam menyerap informasi.
Terlalu banyak informasi yang diterima dalam waktu singkat bisa
menimbulkan stres. Mempraktikkan digital
detox, seperti membatasi waktu di media sosial atau memilih sumber
berita yang dapat dipercaya, dapat membantu mengurangi kecemasan yang
disebabkan oleh information
overload.
- Fokus pada Kesehatan Mental
Kecemasan dan ketidakpastian adalah hal yang wajar dialami, tetapi penting
untuk menghadapi dan mengelolanya dengan cara yang sehat. Berbicara dengan
konselor, terlibat dalam aktivitas yang bermanfaat, seperti olahraga atau
hobi, serta meditasi dapat membantu mengurangi stres tanpa perlu
mengandalkan belanja impulsif sebagai pelarian.
- Membangun Tujuan Jangka Panjang
Dengan memiliki tujuan yang jelas untuk masa depan, baik itu dalam hal
keuangan, karier, maupun kehidupan pribadi, anak muda akan lebih fokus dan
termotivasi untuk menabung dan mengelola uang mereka dengan lebih baik.
Menyadari bahwa mereka bekerja untuk sesuatu yang lebih besar daripada
kepuasan sesaat bisa membantu mengurangi keinginan untuk berbelanja secara
impulsif.
Doom spending adalah
refleksi dari kecemasan yang dirasakan oleh banyak anak muda saat ini. Di
tengah tekanan sosial dan ketidakpastian masa depan, belanja sering kali
dianggap sebagai pelarian yang memberikan kenyamanan sementara. Namun, penting
bagi generasi muda untuk menyadari risiko dari perilaku ini dan belajar untuk
mengelola stres serta keuangan mereka dengan lebih bijaksana. Dengan pendidikan,
kesadaran, dan dukungan yang tepat, mereka bisa menghindari jebakan doom spending dan membangun masa
depan yang lebih cerah dan stabil.(DS)